Artikel

Mengenal Masyarakat Adat Mapur

Bangka dan Belitung adalah bagian dari Tanah Melayu, berbahasa Melayu, berbudaya Melayu dan sebagian besar beragama Islam sehingga mempengaruhi nilai-nilai dalam kehidupan bermasyarakat. Prasasti Kotakapur bukti tertua hukum adat tertulis dari Kerajaam Sriwijaya. Kemudian ada Undang-Undang Sindang Mardika dari  Kesultanan Palembang. Penguasaan oleh Bangsa Eropa tidak lantas menghapus struktur kepemimpin lokal (Tumenggung, Depati, Batin, Krio dan Gegading), namun mengakomodir dalam pemerintahan kolonial, walau berkurang kekuasaanya, terutama akses langsung ke sumber ekonomi : Timah. Kepemimpinan tradisional bidang religi (Ulama, Guru, Kyai), adat dan kesehatan (Dukun Kampung, Dukun Darat, Dukun Aik, Dukun Beranak, Dukun Urut)  tetap bertahan dan keberadaanya diwariskan secara turun temurun. Seorang Belanda Prof. Cornelis Van Vollenhoven yang dijuluki Bapak Hukum Adat Indonesia pada tahun 1906  mengidentifikasi Bangka Belitung sebagai salah satu dari 19 wilayah hukum adat di Indonesia.

Merujuk Rancangan Undang-Undang (RUU) Masyarakat Adat  yang dimuat di situs  www. dpr.go.id, Masyarakat Hukum Adat yang selanjutnya disebut Masyarakat Adat adalah sekelompok orang yang hidup secara turun temurun di wilayah geografis tertentu,memiliki asal usul leluhur dan/atau kesamaan tempat tinggal, identitas budaya, hukum adat, hubungan yang kuat dengan tanah dan lingkungan hidup, serta sistem nilai yang menentukan pranata ekonomi, politik, sosial, budaya, dan hukum. Dari definisi diatas, apakah masyarakat adat masih ada di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung ini, atau hilang ditelan modernitas. Jawabannya adalah masih ada. Penyebutan Orang Bangka, Orang Belitung,  Orang Mapur, Orang Jering, Orang Sekak, Orang Sawang dan sebagainya membuktikan eksistensi masyarakat adat yang harus diakui keberadaannya dan dilestarikan. Sebagian besar masyarakat telah berkembang mengikuti arus modernitas, hukum-hukum adat mulai diabaikan digantikan dengan hukum formal yang diakui pemerintah, peran pemimpin tradisional jauh berkurang, Balai Adat sudah digantikan Pengadilan dan Kelekak menjadi perkebunan sawit atau tambang timah. Namun kita masih memperingati dan merayakan hari-hari besar dengan tradisi yang telah turun temurun,  melestarikan warisan budaya lokal, mengadakan pernikahan sesuai adat Melayu dan  mematuhi norma-norma adat tertentu. Hanya sebagian kecil yang bertahan dengan keasliannya, memegang teguh kepercayaan Religi, menjaga hubungan dengan  lingkungan sekitarnya dan menerapkan sangsi adat. Keberadaan Hutan Adat dalam bentuk Kelekak, Rimbe, Hutan Lindung, Hutan Desa dan  Paya bukti masih adanya kepemilikan secara komunal oleh masyarakat Adat. Salah satunya Masyarakat Adat Mapur yang berada di Kabupaten Bangka Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.

Wilayah Adat

Wilayah Adat Mapur dikenal dengan sebutan Karang Lintang, melintang dari utara ke selatan, dengan batas alam di bagian utara dari Tanjung Penyusuk-Pesaren-Mengkudu-Tanjung Samak, dan bagian timur dimulai Tanjung Samak-Pejem-Tengkalat-Tuing-Muara Sungai Mapur dengan benteng alami berupa  batu Karang dan bukit sepanjang Tengkalat-Tuing. Wilayah daratan berbatasan Belinyu di barat dan Sungailiat di selatan.

Artikel berjudul De Orang Lom Of Belom Op Het Eiland Banka (1862) menguraikan sebaran Orang Lom di Distrik Muntok (Berang Jering Onderdistrik Kediala), Belinjoe (Aik Abik, Penegar, Aik Bakem) dan Soengeiliat (Mapur, Penyamun, Sembuang). Peta Schets Taalkaart van de Residentie Bangka karya K.F. Holle pada tahun 1889 mengidentifikasi sebaran pengguna bahasa Mapor (Maporeesch) dan Mapor Dialek Darat (Maporeesch met Daratsch) di sebagian besar distrik Belinjoe yang meliputi onderdistrik Belinjoe dan Pandji Sekah. Hanya sebagian kecil masuk wilayah Distrik Soengeiliat, tepatnya sekitar Sungai Mapur. Pada tahun 1891 Kapten L.-J. Zelle menyebut keberadaan Orang Mapur yang bermukim di tepi Sungai Mapur dan pedalaman hutan sekitarnya. Sementara penelitian Olaf Smedel (1991) lebih fokus di Aik Abik dan Pejem.

Mengecilnya wilayah adat Mapur ini disebabkan oleh pembukaan tambang timah di Pangkal Mapur sejak jaman Inggris dan diikuti oleh Belanda dan Indonesia  di wilayah Bubus, Lubuk Lesung, Pesaren dan Telang. Pemukiman pekerja tambang dari  China berkembang dan membuka peluang akulturasi budaya. Faktor kedua adalah pembukaan perkebunan Sawit sejak awal tahun 1990-an dan masih berlangsung sampai sekarang. Wilayah Adat tersisa berada di perbukitan dan masuk kawasan Hutan Produksi. Ini pun tak lepas dari ancaman perkebunan oleh perusahaan.      

Komunitas Adat

Orang Mapur terdiri 2 golongan, yakni masyarakat yang sudah beralih menjadi umat beragama (Orang Lah) dan masih mempertahankan kepercayaan Mapur Dangkel (Orang Lom). Orang Mapur yang sudah beragama menyebar baik di Kampung atau Kota, menjalin pernikahan dengan orang Non Mapur dan bekerja di berbagai sektor. Bahkan menjadi orang besar atau terpandang. Penganut kepercayaan terpusat di 2 wilayah yakni Dusun Pejem Desa Gunung Pelawan dan Dusun Air Abik Desa Gunung Muda. Keduanya masuk kecamatan Belinyu Kabupaten Bangka. Di dusun Pejem, orang Mapur  terbagi dalam 2 kampung, yakni Pejem dan Benak. Di Pejem tersebar sepanjang pesisir pantai, dari Pesaren sampai Sungai Tengkalat, perbatasan dengan wilayah Tuing. Sebagian besar mereka bermata pencarian bertani, hanya sebagian kecil yang jadi nelayan. Secara umum, Orang Pejem bersifat lebih terbuka, sudah menikmati fasilitas umum yang dibangun pemerintah dan rumahnya banyak yang sudah permanen. Sementara orang Mapur yang tinggal di Benak lebih terisolir dari pembangunan. Benak berada di wilayah Hutan Produksi Gunung Pelawan dan hanya bisa ditempuh dengan kendaraan roda 2. Hampir seluruh penduduknya bermata pencarian sebagai petani ladang dan masih mempertahankan cara hidup dengan  menjaga tradisi berladang secara berpindah (nomaden). Pada tahun 2014, penduduk yang menganut kepercayaan Tuhan Yang Maha Esa di Dusun Pejem 142 jiwa.   Orang Mapur yang bermukim di Dusun Air Abik Desa Gunung Muda secara materi lebih mapan dibandingkan orang Mapur lainnya karena didukung penambangan timah dan perkebunan sawit, namun secara religi mereka sangat patuh terhadap ajaran adat Mapur Dangkel. Penganut kepercayaan Tuhan Yang Maha Esa di Dusun Air Abik tercatat sebanyak 280 Jiwa pada tahun 2014 dan menjadi 208 jiwa  pada tahun 2021, terdiri dari 73 KK, 133 laki-laki dan 75 perempuan. Dari 208 penganut kepercayaan tersebut, baru 89 jiwa atau 25 KK yang sudah merubah kolom kepercayaan di KTP. Orang Mapur yang berada di wilayah kecamatan Riau Silip tersebar di Dusun Tuing Desa Mapur. Berada di pesisir pantai, sebagian penduduknya bermatapencarian sebagai petani dan nelayan. Orang Mapur, baik penganut agama dan kepercayaan secara alami hidup berdampingan, saling hormat menghormati dan bahu membahu membangun kampung. Semuanya setara di mata hukum dan adminitrasi negara.

Hukum Adat

Sistem Norma masyarakat Mapur atau Pantang Larang mengatur hubungan manusia dengan hutan dan alam, berladang, aktivitas di sungai, aktivitas  di laut, hubungan manusia dengan hewan, berkesenian, bersikap, kehidupan sehari-hari dan pengobatan tradisional. Namun penegakan hukum adat ini sekarang lemah karena menyempitnya wilayah adat dan belum dilegalkan dalam peraturan resmi.

Lembaga Adat

Lembaga Adat Mapur adalah organisasi kemasyarakatan yang menaungi masyarakat Mapur, baik yang masih menganut kepercayaan Tuhan Yang Maha Esa (Mapur Dangkel) dan telah beragama. Lembaga ini  bertujuan melestarikan kebudayaan Mapur dan menaungi penghayat kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Keberadaannya telah diakui Pemerintah Republik Indonesia melalui Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dengan  Tanda Inventarisasi Nomor : 0220/F2/KB/2021  tanggal 12 Maret 2021 dan Surat Keterangan Terdaftar Pemuka Penghayat Kepercayaan Nomor 0680/F2/KB.02.03/2021 tanggal 31 Mei 2021 atas nama Gedoi selaku Ketua Adat. Organisasi ini bergerak di bidang Sosial, Budaya, Pelestarian Alam, Kepemudaan, Keagamaan, Kepercayaan, Pendidikan dan Ekonomi.

Selamat Hari Internasional Masyarakat Adat Sedunia, Senin, 9 Agustus 2021.

 

 

Penulis: 
Ali Usman, Pamong Budaya
Sumber: 
DISPARBUDKEPORA KEP. BABEL
Tags: 
Mapur | Adat | Budaya | Bangka | Melayu

Artikel

https://www.goodnewsfromindonesia.id/2017/01/31/pariwisata-indonesia-yang-makin-memukau
DISPARBUDKEPORA KEP. BABEL
DISPARBUDKEPORA KEP. BABEL
DISPARBUDKEPORA KEP. BABEL
29/09/2021 | DISPARBUDKEPORA KEP. BABEL